Sedikit kelelahan, saya dan Kak Vira terbangun pagi-pagi sekali. Pagi itu kami harus berangkat pukul 05.00 WITA untuk bisa melihat kerbau-kerbau rawa Amuntai yang montok. Tanpa mandi (tapi tetap cantik), kami berangkat menuju ke Dermaga Danau Panggang, dan akhirnya tiba setelah menempuh perjalanan kurang lebih 30 menit dari hotel. Langit begitu gelap dan terlihat sedikit murung. Kami pun harus menerobos kabut asap demi menengok kerbau-kerbau rawa Amuntai yang montok; lokasi Wonder 4.
Datang bersama 27 orang, rombongan #Terios7Wonders nggak banyak berbicara pagi itu. Suasana terasa cukup sepi. Bukan hanya karena masih ngantuk, tapi juga karena masing-masing dari kami sibuk menutupi hidung mereka dari bau kabut asap yang begitu pekat dan bahkan membuat kepala pusing, tenggorokan gatal, serta mata perih. Saya sendiri sudah menyiapkan baff untuk menutupi sebagian wajah saya supaya nggak ‘diserang’ oleh kabut asap.
Dan ternyata, untuk bisa menengok kerbau-kerbau rawa Amuntai yang montok pun sama sekali nggak mudah. Kami harus membelah Danau Panggang sejauh 30 kilometer. Suasana yang begitu sepi dan hening pada akhirnya membuat beberapa orang tertidur pulas, sementara yang lainnya memutuskan untuk melihat pemandangan yang sedikit murung dengan duduk di atas atap perahu, termasuk saya. Dari sinilah, saya bisa melihat jelas betapa muramnya langit dan keadaan di sekitar Danau Panggang. Kabut asap telah membuat pagi menjadi nggak begitu ceria. Saya malah merasakan suasana yang sedikit mencekam.
Bahkan, beberapa teman seperjalanan #Terios7Wonders terlihat begitu galau saat sedang berada di perahu karena suasana pagi di Danau Panggang yang begitu muram akibat kabut asap. Lucunya, Kak Cumi masih senantiasa ceria sambil sesekali mengayunkan kedua kakinya yang menggantung saat duduk di atas atap perahu.
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 90 menit, perahu kami akhirnya berhenti perlahan. Kami merapat ke sisi kiri Danau Panggang di mana kami melihat segerombolan kerbau-kerbau rawa montok yang tengah ‘nongkrong’ bersama pemiliknya. Sayangnya, kami nggak bisa melihat kerbau-kerbau rawa tersebut saat mereka sedang asyik berendam di Danau Panggang karena danau menjadi lebih dangkal di musim kemarau. Padahal, aksi berendam adalah ciri khas dari kerbau-kerbau rawa montok Amuntai. Ya, nggak apa-apa, deh, seenggaknya kami masih bisa melihat kerbau-kerbau rawa montok itu. 😀
Kami pun turun setelah perahu merapat dan melewati lumpur yang di sekitarnya banyak tumbuh tanaman eceng gondok, untuk bisa melihat kerbau-kerbau rawa montok tersebut lebih dekat. Di situlah, kami akhirnya bertemu dengan dua warga asli Amuntai, yaitu Pak Sarkane dan Pak Rapai, pemilik dari kerbau-kerbau rawa montok yang kami lihat. Dari penjelasan Pak Sarkane, akhirnya kami tahu bahwa kebanyakan peternakan kerbau rawa dimiliki oleh keluarga-keluarga dan bukan dimiliki oleh individu per individu, seperti halnya Pak Rapai dan Pak Sarkane yang masih merupakan saudara dekat.
Dari penjelasan Pak Sarkane pula lah, akhirnya saya tahu bahwa kerbau-kerbau rawa montok Amuntai biasanya digiring keluar kandang tiap pagi untuk mencari makanan mereka, yaitu rumput. Uniknya, kerbau-kerbau rawa ini tiap sorenya akan kembali ke kandang mereka masing-masing tanpa perlu dikomando oleh para pemiliknya. Sangat penurut, ya? 😀
Saya sendiri pun hanya bisa tertawa geli melihat tingkah laku kerbau-kerbau rawa montok Amuntai milik Pak Sarkane dan Pak Rapai. Terlihat begitu anteng dan sesekali menggoyangkan tubuh montok mereka, saya merasa sangat puas karena akhirnya bisa melihat mereka semua setelah menerobos kabut asap di sekitar Danau Amuntai yang begitu pekat. Semoga lain kali saya bisa melihat kerbau-kerbau rawa montok Amuntai saat mereka berendam, deh. Pasti sangat menggemaskan!
Danau Panggang, saya akan kembali!
—
Postingan ini merupakan catatan perjalanan #Terios7Wonders “Borneo Wild Adventure”. Totalnya ada 14 postingan yang bisa kamu baca. Berikut urutannya (dari awal hingga akhir perjalanan):
- Mimpi yang Menjadi Kenyataan: Menjelajah Kalimantan
- Road Trip untuk Menjelajah Kalimantan Resmi Dimulai!
- Trekking di Taman Nasional Sebangau Demi Melihat Orangutan
- Menggoyang Lidah dengan Lontong Orari yang Nikmat
- Melihat Bokong Bekantan yang Seksi di Pulau Kaget
- Kecantikan Anggrek Kalimantan di Tengah Petang
- Menerobos Kabut Asap Demi Melihat Kerbau Rawa yang Montok -> Kamu sedang membaca postingan ini.
- Udang Rasa Susu? Hanya di Rumah Makan Paliat!
- Mampir ke Sarangnya Buaya Kalimantan di Teritip
- Berbagi di Desa Loa Janan Timur
- Mengenal Suku Dayak Kenyah di Desa Budaya Pampang
- Berpelukan dengan Pohon Ulin Raksasa di Taman Nasional Kutai
- Mengakhiri Perjalanan Menjelajah Kalimantan di Kepulauan Derawan
- Mengenang Perjalanan Menjelajah Kalimantan (tulisan dan video)
Hmmm jarak pandangnya berapa ya itu? Dan cukup berani juga itu nahkoda nya membawa kapal dalam kondisi jarak pandang terbatas gitu. Melihat foto-fotonya, terasa banget suasana muramnya.
Wah jarak pandangnya nggak tau..tapi kita naik kapalnya juga pelan-pelan, kok. Suasananya nggak enak banget sih, memang. Semoga kabut asap di Kalimantan cepat reda, deh.
Yang pasti rasa gak nyaman di mata, dan pernapasan yang paling mengganggu ya?
Sungguh disayangkan, apa gak berdampak tuh ke kerbaunya jika terus-terusan kena asap terus?
Padahal kalau ada langit biru tuh, pasti fotonya cakep banget.
wah kalau nasib kerbau kurang tau, sih. 🙁 tapi memang kabut asapnya parah banget.
selama di Kalimantan 11 hari, cuma dapet langit biru sehari. itu pun hari terakhir. sedih. 🙁
mau balik lagi kesini nanti! pas asepnya udah ilang! harusnya tempat ini keren banget kalau lagi cerah 😀
Yoiiii! Balik ke sana lagi yuk pas asepnya udah ilang dan musim kemaraunya udah selesai. Pasti keren bangeeeet! ^^
Waaaah itu yang sering di Bolang ya mbak? Hehehe
Eh? Apanya yang sering di Bolang? *maap nggak ngerti*
Itu si kerbau-kerbau yang bisa renang itu mbak hehehe
ooooh ahahahaha…nggak pernah liat di Bolang, sih. tapi lucu deh pokoknyaa~
Kabut asapnya itu ya… Yang baca saja ikutan merasa pedih dan menyipitkan mata… Perjuangan sekali demi kerbau rawa yang, setuju, memang montok! 😀
http://papanpelangi.co/2015/10/23/di-balik-kesulitan-ada-kemudahan/
Iyaaa..kadang dalam melihat keindahan, kita memang harus berjuang 🙂
Nanti gantian saya mampir ke blogmu ya, Mas 🙂