Nggak ada yang lebih membahagiakan daripada perut yang kenyang karena diisi oleh makanan yang lezat. Dan itulah yang saya rasakan begitu kami keluar dari Rumah Makan Paliat khas Tabalong Hj. Mariam Jainudin.
Wajah saya begitu berseri-seri. Apalagi, destinasi wisata kuliner Terios 7 Wonders “Borneo Wild Adventure” saat itu sebenarnya hanya ‘mengincar’ Lontong Orari sebagai salah satu ‘wonder’ perjalanan, tapi ternyata kami masih bisa mencicipi salah satu kuliner khas Kalimantan, khususnya di Tabalong, yaitu Paliat.
Hmm… Nama yang unik, bukan?
***
Kata “paliat” sendiri berasal dari dua kata, yaitu “kelapa” dan “liat” yang berarti santan kental.
Dari pengalaman saya, sih, hampir semua makanan yang dimasak santan rasanya begitu lezat, mulai dari berbagai jenis masakan Padang, opor ayam, dan sebagainya. Nggak hanya girang bukan main karena akan mencoba kuliner baru, masuk ke RM.
Paliat rasanya seperti berada di surga (saya nggak bohong), terlebih, hampir seluruh anggota rombongan kami begitu kelaparan di tengah panasnya siang bolong Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan.
Di bagian terdepan rumah makan, kamu pun dapat menjumpai sebuah etalase surga, etalase rangkap tiga yang begitu sibuk. Di sana, kamu akan melihat beberapa karyawan rumah makan tengah menyiapkan hidangan yang dipesan oleh para tamu yang datang silih berganti. Pesanan yang nggak pernah habis-habis — kecuali bila jumlah hidangan benar-benar sudah habis.
Karena penasaran, saya dan beberapa teman pun langsung menghampiri etalase surga tersebut sambil menyiapkan kamera untuk mengabadikan hidangan-hidangan yang tampak nggak biasa, tapi amat menggoda.
Di etalase inilah, akhirnya saya melihat lalapan beserta sambal yang sebenarnya sudah cukup biasa.
Kemudian, saya melihat Mandai, cempedak (atau nangka) fermentasi goreng yang biasa disajikan bersama hidangan paliat. Selanjutnya, ada ikan patin yang dimasak paliat. Dagingnya terlihat begitu tebal dan berisi. Ya, bisa dibilang montok. Karena Mama saya orang Palembang dan cukup sering masak Pindang Patin, sebenarnya agak sulit bagi saya untuk menentukan apakah saya mau makan ikan patin atau sajian yang lain…..
Namun akhirnya saya memilih udang galah masak paliat.
Setelah rombongan kami memesan pilihan masing-masing dan semua pesanan tersaji, kami pun melakukan ritual wajib bersama-sama, yaitu berfoto. Meskipun wajah saya nggak terlihat karena fokusnya adalah tangan mungil saya yang menjadi model foto makanan flatlay, yang penting tangan saya tetap eksis dan tangan-genik, deh. :”)
Jujur saja, waktu saya melihat udang galah masak paliat yang begitu besar, saya bingung karena nggak tahu harus bagaimana memakannya. Niatnya, sih, waktu itu saya akan makan dengan anggun seperti tuan puteri, tapi saya gagal. T
anpa jaim, saya makan dengan begitu lahap. Kuah paliat yang tampak seperti susu ternyata benar-benar terasa seperti susu! Untuk pertama kalinya, saya bisa makan udang rasa susu! Begitu segar, gurih, dan manis, kuah paliat meresap hingga ke daging dan kepala udang.
Puas banget, deh! 😀
Dan meskipun di meja kami semua orang tampak begitu girang saat makan, ternyata meja sebelah, yang ada Kak Fahmi, Uda Yudi, Mas Harris, dan Kokoh Barry, terlalu serius saat makan.
Oh iya, di RM. Paliat, saya pun berkenalan dengan Uda Yudi yang ternyata sudah janjian dengan beberapa teman rombongan kami. Kebetulan, Uda Yudi tinggal dan bekerja di Tabalong. Senang, deh, bisa ketemu teman baru!
***
Usai makan, dengan perasaan bahagia dan perut kenyang, kami pun kembali ke mobil masing-masing untuk melanjutkan perjalanan ke Balikpapan. Saya, Kak Vira, dan Kak Cumi pun masuk ke mobil Terios #6.
Lucunya, nggak selang beberapa menit setelah mobil berjalan, Kak Cumi langsung tertidur pulas — sekalipun jalannya begitu berbatu dan berkelok-kelok. Tampaknya, Kak Cumi kekenyangan setelah makan di RM. Paliat. Hehehe…
Dan di tengah perjalanan menuju ke Balikpapan, kami sempat berhenti dan melihat pepohonan yang sudah dan tengah hangus terbakar. Sedih sekali. 🙁 Selama ini Kalimantan begitu terkenal akan hutannya, tapi lama-kelamaan hutan ini pasti akan habis dan gundul. Huhuhu…
Sambil merenungi nasib hutan-hutan Kalimantan, kami pun kembali melanjutkan perjalanan. Dalam road trip ini, semua sopir begitu berhati-hati, apalagi kami harus konvoi 7 mobil. Nggak mudah, sih, tapi itulah tantangan #Terios7Wonders “Borneo Wild Adventure” ini.
***
Cerita menyantap makanan Paliat ini merupakan rangkaian perjalanan Road Trip di Kalimantan bersama Terios 7 Wonders “Borneo Wild Adventure” tahun 2015.
Udangnya besar banget yah, sudah mirip degan lobster.
Kok ada Cumi makan Udang, pantasan aja teler. sesama hewan laut gak boleh saling embat. hahaha
iya gila tu udang tp mirip lobster
YOI!!! Gede banget, kan? Huahahahaha
BANGEEET! ahahahaha tapi enyaaak :3
lucu juga ya kalo dipikir-pikir, kok cumi makan udang 😛
huahahahaha sesama hewan laut nggak boleh saling embat :)))
Hahaa si cumi aka mr.toro ketiduran pules bgt..kmrn sempat ketemu jg waktu disolo..kocak y dia..o iya btw itu udang gede bgt..i like seafood 🙂
Hahahahaha iya tidurnya tetap pules meskipun jalan berbatu-batu, lho.
Kak Cumi emang orangnya lucu dan seru banget! Menghibur! ^^
Yup yup… seafood emang enak banget, sih~ Yummy!
Senang kalian bisa mampir di kota kami, padahal msh banyak suguhan masakan khas kami. Mau makanan yg ekstrim juga ada namanya “wadi”
Kapan2 mampir lagi ya mbak 😀
Eh? Mbak Ika asli Tabalong, nih? Asyik banget sih kalo aku bisa coba masakan lain. Aku udah berjanji pada diriku sendiri bakalan balik keliling Kalimantan buat wisata kuliner. ^^ Nanti kita ketemuan, yaaa!
Udang Galah nyaaaaaaaaaaaaaa ,,, pengen loncat ke dalam monitor rasanya, dan ambil beberapa ekor. Benar-benar menggoda! Pasti enak ya, gurih, tebal dalam kuah yang sedap. *ngiler*
HUAHAHAHAHAHA asal jangan makan monitor ya, Kak! :”)
Bener sih, bener banget! Aku sih jadi penasaran, siapa tau ada yang jual Paliat di Jabodetabek~ soalnya enak buangeeet! Tapi kayaknya udangnya belum tentu segede itu, deh. :”)
Kapan-kapan kamu harus ke Tabalong Kak buat nyobain Paliat!
Hahaha jadi debus dong kalau sampai makan monitor. Iya bener, harus banget. Soalnya kalau udang yg segendud itu di Jabodetabek agak susah, kalaupun ada pasti beda, anyep 😀
Ahahahahaha iya debus. :))) sayangnya iya sih, kalo ada yang segede itu pun pasti anyep. Nggak fresh. Sayang banget. 🙁
Perjalan kurang lengkap rasanya jika tidak mencicipi dan menikmati kuliner khas daerah tujuan hehehe…. mantap
YUP! Pokoknya, ke manapun kita pergi, yang penting harus nyobain kuliner khas daerah tersebut! ^^
Oh, ini yang kamu makan sampai buanyak banget itu ya fiin? 😛 Aku cuma suka ikannya pas disini~~ 😀 udangnya terlalu manis buatku~~
HUFFFFFF Kak Fahmi mau bikin aku ngambek lagi? 🙁
Yah, aku nggak nyoba ikannya sih, tapi yang jelas udangnya uenak tenan!!!
Jadi, manisan udangnya apa Putri? #eh
Itu udangnyaaaaaa waaaaah gede banget. Baru kali ini lihat udang segede itu. Btw, makannya gimana mbak? Hehehe
Hahahahahaha iya gede bangeeet yak :3
Makannya pake tangan, nggak jaim dong 😀 Yang penting puas! 😀
Iyaaaa udang tergede yang pernah kulihat hehe
Yaiyalah pakai tangan mbak, masa pakai kaki? Hihihihi
huahahahaha maksudnya makannya nggak pake sendok garpu..langsung gitu~
wahh keliatannya enak tuh, jadi pengen ke sana juga haha artikelnya bagus kak 😀
Enak buangeeet, sih. Terima kasih sudah membaca ya, Mas. 😀
waw, kelihatan lezat sekali ya udang susu dan ikan patinnya, kepingin banget kulineran di Kalimantan, semoga nanti diberi rezeki untuk bisa jalan2 menikmati pemandangan dan kuliner di Kalimantan.
Amiiin! Semoga kesampean. Enak banget kalo bisa road trip di Kalimantan. 😀