Ketika berada di alam, ada satu perasaan yang nggak pernah bisa saya lupakan, yaitu bagaimana saya selalu merasa amat kecil. Lahir, besar, dan tinggal di kota besar seringkali membuat saya lupa diri. Belakangan saya menyadari, manusia adalah makhluk yang cukup egois karena kerap merasa superior dibandingkan makhluk hidup lain, seperti flora dan fauna. Flora dan fauna acap dianggap lebih rendah karena nggak memiliki akal budi.
Faktanya, ada terlalu banyak manusia yang nggak cukup bijak dalam memanfaatkan akal budinya dan malah mengeksploitasi alam yang seharusnya dijaga. Hutan adalah salah satu bagian dari alam yang terkena dampak negatif dari keegoisan manusia. Ada begitu banyak hutan yang gundul dan terbakar. Kini, saatnya kita untuk lebih peduli terhadap alam, khususnya hutan. Melalui tulisan ini, saya ingin mengajak Anda untuk memahami alasan mengapa kita harus mengadopsi hutan dalam rangka merayakan Hari Hutan Indonesia pada 7 Agustus 2020 yang lalu.
Apa itu adopsi hutan?
Sebelum saya memaparkan lebih lanjut tentang alasan-alasan mengapa kita harus adopsi hutan, saya ingin mencoba menjelaskan sedikit tentang adopsi hutan. Menurut situs Hutan Itu, mengadopsi hutan atau secara spesifik dengan mengadopsi pohonnya adalah sebuah tindakan apresiasi kehidupan alam liar. Dengan mengadopsi hutan, kita turut menjaga, melindungi, serta memelihara hutan beserta keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Nggak hanya menyelamatkan hutan saja, mengadopsi hutan berarti turut mengurangi potensi hilangnya pohon serta menciptakan sumber pendapatan alternatif bagi masyarakat yang menjaga hutan. Buat saya sendiri, dengan mengadopsi hutan, kita turut menjaga keberlangsungan kehidupan dari alam liar. 🙂
Nah, setelah saya menjelaskan sedikit tentang adopsi hutan, di bawah ini adalah beberapa alasan mengapa kita harus adopsi hutan:
Air yang kita butuhkan ada di hutan
Menurut artikel yang ada di situs Lestari, hutan berperan penting dalam pasokan air, terutama air bersih yang dibutuhkan oleh manusia. Dengan keberadaan hutan, aliran air di dalam tanah pun dapat diseimbangkan. Ketika hutan gundul, risiko erosi menjadi sangat besar dan menyebabkan lebih banyak endapan pada tanah yang berdampak pada berkurangnya kualitas air layak konsumsi. Nggak hanya untuk manusia saja, air yang berasal dari hutan sangat dibutuhkan oleh para penghuni hutan lainnya, yaitu berbagai flora dan fauna. Selain itu, nggak adanya hutan atau kondisi hutan yang gundul juga dapat menyebabkan bencana alam, seperti tanah longsor dan banjir. Berbahaya banget, kan?
Nggak ada udara bersih tanpa hutan
Sejak kecil, kita sering mendengar bahwa hutan Indonesia adalah paru-paru dunia. Sayangnya, kini sudah banyak hutan Indonesia yang gundul karena tindakan kejam yang dilakukan oleh manusia. Kebakaran hutan yang terus-menerus terjadi di Indonesia memperburuk kualitas udara di Indonesia. Selain itu, pembangunan gedung-gedung dan kawasan perumahan yang kerap menebang pohon-pohon bikin udaha bersih juga makin langka. Jika kita mengadopsi hutan, kita bisa turut gotong royong menjaga hutan serta memulihkan hutan di Indonesia agar bisa kembali memberikan udara bersih bagi semua makhluk hidup yang ada di sekitarnya. Harus diingat betul nih, bagaimana pasokan udara bersih berasal dari hutan.
Pangan kita bersumber dari hutan
Sebagai seseorang yang amat menyukai dan sudah merasakan manfaat pola makan nabati, saya sadar betul bahwa ada terlalu banyak sumber pangan kita yang berasal dari hutan. Dalam pengertian harafiah, kehilangan hutan berarti kehilangan nutrisi, terlebih untuk para Warga Negara Indonesia (WNI) yang tinggal di kawasan hutan. Mengutip situs Mongabay, salah satu contoh bagaimana masyarakat mengandalkan hutan sebagai sumber pangan bisa dilihat di Kalimantan Tengah. Sementara dalam pengertian non-harafiah, kehilangan sumber pangan dari hutan terjadi ketika nggak ada lagi hasil hutan yang bisa diolah yang merupakan sumber pendapatan bagi masyarakat. Nggak ada pendapatan berarti nggak bisa makan. Makanya penting banget bagi kita untuk mengadopsi hutan supaya seluruh lapisan masyarakat bisa makan. Apalagi, pangan adalah kebutuhan primer manusia.
Apotek alam terbesar berada di hutan
Mengutip situs Warstek, Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan hayati terbesar di dunia. Negara kita mempunyai lebih dari 30.000 spesies tanaman yang telah diketahui khasiatnya, tapi sejauh ini hanya kurang dari 300 tanaman yang digunakan sebagai bahan baku industri farmasi secara reguler. Bisa bayangin nggak betapa banyaknya tanaman obat yang belum digunakan secara reguler? Puluhan ribu itu banyak banget!
Sebagai WNI, kita begitu beruntung karena kita hidup di negara dengan apotek alam yang sangat besar dan kaya. Saya sendiri selalu percaya bahwa segala sesuatu yang alami tentu lebih baik daripada yang buatan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengadopsi hutan supaya apotek alam Indonesia bisa terus terjaga dan dilestarikan. Harapan saya sih, tanaman obat yang belum digunakan secara reguler bisa bermanfaat di masa depan untuk anak cucu kita. :)1
Hutan adalah rumah flora fauna
Hutan hujan tropis yang dimiliki Indonesia merupakan rumah bagi ribuan jenis keanekaragaman spesies flora dan fauna. Dari jumlah ribuan ini, saya paling hanya tau puluhan saja. Menurut artikel Mongabay, meskipun daratan Indonesia hanya mencakup 1,3% saja daratan bumi, faktanya Indonesia memiliki 10% tumbuhan dunia, 12% mamalia, 16% reptil dan amfibi, serta 17 % burung (Collin et al. 1991). Sangat banyak, bukan?
Keanekaragaman hayati dari flora dan fauna Indonesia inilah yang kerap menjadi perhatian dan daya tarik bagi banyak turis dan peneliti alam dari luar Indonesia. Apalagi bagi mereka yang berasal dari negara beriklim dingin, Indonesia yang beriklim tropis dan disinari matahari sepanjang tahun sangatlah menarik. Di Indonesia, para turis dan peneliti dari luar negeri bisa melihat berbagai spesies endemik atau spesies asli Indonesia yang nggak bisa mereka jumpai di negera mereka sendiri dan negara lain. Sebagai WNI, menurut saya kita harus bangga dan turut mengambil langkah untuk melindungi flora dan fauna yang ada di Indonesia.
Penyerapan karbondioksida terjadi di hutan
Menjadi paru-paru dunia, hutan tropis Indonesia nggak hanya menyediakan udara bersih, namun juga menyerap karbondioksida. Sayangnya, dengan penggundulan dan kebakaran hutan yang terjadi berulang kali di Indonesia turut menghilangkan kemampuan hutan Indonesia untuk menyerap karbondioksida. Menurut artikel National Geographic, dibandingkan tahun 1990-an, kini hutan hujan tropis menyerap lebih sedikit karbondioksida.
Kemampuan penyerapan karbondioksida yang berkurang dari hutan merupakan dampak buruk dari pemanasan global dan perubahan iklim yang salah satu sumbernya disebabkan oleh penggundulan hutan. Buat saya sendiri sih, ini udah menjadi siklus yang nggak sehat. Saya benar-benar nggak bisa membayangkan gimana hutan Indonesia nantinya untuk anak dan cucu kita, dan salah satu cara untuk bisa merehabilitasi hutan Indonesia adalah dengan mengadopsi hutan.
Hutan merupakan akar kebudayaan
Ada begitu banyak kampung adat di Indonesia yang tinggal di area hutan. Salah satunya adalah penduduk Pulau Siberut yang berada di Kepulauan Mentawai, di mana bagian baratnya telah menjadi Taman Nasional Siberut. Mengutip situs TFCA Sumatera, penduduk asli Siberut merupakan penganut kebudayaan Neolitikum. Mereka memiliki kepercayaan animisme yang banyak mengaitkan alam dengan berbagai tradisinya. Mereka menganggap hutan, tumbuhan dan satwa memiliki jiwa serta mengisi berbagai upacara adatnya dan kehidupan sehari-hari. Dari contoh kehidupan penduduk Keberadaan hutan amat menentukan bertahannya adat dan budaya dari banyak suku di Indonesia.
Ketika hutan habis, gundul, atau terbakar, secara otomatis tempat tinggal masyarakat adat juga akan ikut hilang. Menurut saya, sayang sekali bila Indonesia harus kehilangan keanekaragaman adat dan budaya hanya karena nggak mau merawat hutan hujan tropis yang telah dianugerahkan oleh Sang Pencipta. Kita nggak mau kan kehilangan banyak hal sekaligus–alam, adat, dan budaya? Karena Indonesia begitu kaya akan alam dan adat budaya, kini saatnya kita untuk menjaganya dengan adopsi hutan.
Nggak ada Indonesia tanpa hutan
Berdasarkan data yang ada di situs  PPID Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tentang hasil pemantauan hutan Indonesia tahun 2019, luas lahan berhutan seluruh daratan Indonesia adalah 94,1 juta ha atau 50,1% dari total daratan. Bila dibandingkan dengan luas lautan Indonesia, tentu jumlahnya kalah jauh. Meski demikian, kita nggak boleh melupakan fakta bahwa hutan hujan tropis Indonesia merupakan paru-paru dunia.
Tanpa hutan, Indonesia nggak akan pernah menjadi paru-paru dunia atau dengan kata lain, nggak akan ada Indonesia tanpa hutan. Dan sejak kecil, saya sudah terbiasa mengidentikkan Indonesia dengan keindahan hutannya karena almarhum Papa amat menyukai hutan dan pepohonan hijau. Saya nggak bisa membayangkan betapa sedihnya Beliau jika mengetahui bahwa hutan Indonesia telah banyak rusak. Demi anak dan cucu saya kelak, saya memilih untuk adopsi hutan. 🙂
Adopsi hutan nggak bisa dilakukan sendirian
Saya membuat tulisan ini bukan hanya ingin menjabarkan alasan-alasan untuk mengadopsi hutan saja, tapi saya juga ingin mengajak Anda untuk mengadopsi hutan supaya kita bisa bersama-sama turut menjaga hutan beserta segala isinya dan yang segala yang tinggal di dalamnya. Dengan puluhan juta hektar hutan yang dimiliki negara kita, tentu kita nggak bisa menjaga hutan secara sendirian. Kita semua harus bergotong royong demi menjaga dan memulihkan kembali hutan Indonesia. Meski nggak mudah, saya yakin banget, asal kita bersama-sama, hutan Indonesia pasti bisa pulih kembali.
Jadi, itu tadi 9 alasan yang telah saya paparkan mengapa kita harus mengadopsi hutan. Jika kamu setuju dengan saya, yuk kita adopsi hutan Indonesia demi Indonesia yang lebih baik. Dengan mengadopsi hutan, kita turut menciptakan perubahan dan melindungi alam kita. 🙂
lihat hutan jadi kangen buat traveling keliling Indonesia ya.
Huhuhu banget, Ko. :”D Sayangnya lagi pandemi belum bisa traveling ke mana-mana. :”D