Tentang Pekerjaan Idaman

Saya Sering Diejek Karena Kulit Saya

Wah! Nggak berasa banget, sekarang sudah tahun 2016. Setelah sekian lama nggak menulis, saya pun memutuskan untuk menuliskan sebuah postingan yang amat personal, yaitu tentang “Pekerjaan Idaman”. Di sepanjang tahun 2015, khususnya menjelang akhir tahun, nggak hanya satu atau dua kali saja saya mendengar orang berkata pada saya, “Wih, enak banget ya lo, Fin, jalan-jalan melulu. Nggak kayak gue nyari cuti saja susah.” Setiap kali menanggapi pernyataan seperti itu, saya pun hanya bisa meringis. Pada akhirnya, saya bertanya balik pada diri saya sendiri, “Apa sih pekerjaan idaman itu?”

Setelah lulus pada Agustus 2014 dengan gelar Sarjana Humaniora dari Program Studi Inggris, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) Universitas Indonesia (UI), tentu pertanyaan yang kerap muncul adalah: “Setelah ini mau kerja di mana?” Jujur, saya sama sekali nggak tahu harus menjawab apa. Dengan embel-embel “Sastra Inggris” yang kerap menempel, mereka yang kurang paham tentang apa yang saya pelajari saat kuliah pun mengira saya akan menjadi seorang guru Bahasa Inggris atau seorang penerjemah. Intinya, ya, banyak yang menganggap bahwa nggak ada banyak pilihan pekerjaan bagi seorang lulusan bahasa seperti saya. Meski pada kenyataannya, ada banyak lulusan Teknik yang bekerja di bank. Saya nggak pernah bermaksud menyinggung siapapun di sini, tapi saya hanya mau menggarisbawahi bahwa gelar nggak serta-merta membuatmu bekerja pada bidang tertentu. Semuanya, kembali lagi pada masing-masing individu.

Menjelang akhir tahun 2014, saya berangkat ke Misool, Raja Ampat, untuk volunteering. “Wih, enak banget ya, Fin, jalan-jalan terus.” Begitulah kira-kira tanggapan mereka yang mendengar bahwa saya akan menghabiskan waktu selama kurang lebih 2 bulan di Raja Ampat.

Bolak-balik Sorong-Misool, saya pun nggak bisa bilang bahwa volunteering sepenuhnya asyik. Bekerja sebagai seorang guru Bahasa Inggris untuk sebuah yayasan konservasi tanpa dibayar, saya juga masih harus menghalau segala kekhawatiran soal rumah. Kedua orang tua saya, terutama Mama, tentu khawatir karena saya berada jauh sekali dari rumah. Apalagi, selama volunteering, seluruh tubuh saya habis digigit agas atau lalat pasir dan nyamuk. Meski demikian, saya nggak bisa memungkiri bahwa saya memperoleh berbagai pengalaman baru yang begitu menyenangkan selama volunteering.

Saya dan Mas Bolang di Misool, Desember 2014. Saya dan anak-anak Papua yang menggemaskan di Sorong, Desember 2014. Josefine dan Josephine kecil di Sorong, Januari 2015.

Sepulang dari Papua Barat, yaitu pada akhir Januari 2015, saya masih nggak tahu harus bekerja apa, sementara teman-teman seangkatan telah bekerja di kantor-kantor yang bergengsi. Melamar ke sana-sini sebagai jurnalis, penerjemah, guru Bahasa Inggris, dsb, akhirnya pilihan saya jatuh pada CNN Indonesia TV. Di stasiun TV berita tersebut itulah saya akhirnya bekerja sebagai seorang Row Researcher yang membantu para Row Editor di bawah News Gathering Department. 

Menghabiskan waktu selama kurang lebih 10 jam di belakang meja dengan meriset, saya hanya bertahan selama tiga bulan saja di sana. Alasannya? Setelah berada di Papua Barat selama 2 bulan lebih dan selalu khawatir soal rumah, terutama Papa, bekerja di CNN Indonesia TV dan harus ngekost pun membuat saya merasa harus menghabiskan waktu lebih banyak di rumah. Selain itu, ternyata saya juga kurang betah berada di belakang meja terus-menerus. Jadilah, pada akhir Mei 2015, saya berhenti bekerja di CNN Indonesia TV. Meski hanya tiga bulan bekerja di sana, di hari terakhir saya menangis tersedu-sedu karena saya merasa telah menemukan keluarga baru di CNN Indonesia TV. Siapa sih yang senang pada perpisahan?

Saya di CNN Indonesia TV, Mei 2015. (1) Saya di CNN Indonesia TV, Mei 2015. (2) Saya dan teman-teman di CNN Indonesia TV, Mei 2015. Saya dan senior-senior di CNN Indonesia TV, Mei 2015.

Setelah keluar dari CNN Indonesia TV, saya pun banyak menghabiskan waktu dengan ngeblog di rumah. Ikut berbagai lomba blog dan mulai menulis berbagai postingan, khususnya tentang travel, saya menemukan ngeblog sebagai hobi baru yang begitu menyenangkan. Pada Juli 2015, saya akhirnya kembali ngantor di sebuah e-commerce start up, yaitu Grivy. Dibandingkan dengan apa yang saya kerjakan sewaktu di kantor sebelumnya, bisa dibilang bekerja di Grivy jauh lebih menyenangkan karena saya bekerja sebagai seorang Content Writer. Jadi ya, pekerjaan saya adalah menulis, menulis dan menulis. Walau pekerjaan saya cukup menyenangkan, pada akhirnya, saya pun memutuskan untuk berhenti bekerja di Grivy pada September 2015. Alasannya? Bisa dibilang kurang cocok. Hehehe…

Saya dan teman-teman di Grivy.com, Agustus 2015. (1) Saya dan teman-teman di Grivy.com, Agustus 2015. (2)

Usai keluar dari Grivy, saya pun masih bingung harus dan akan ngapain. Sejujurnya, saya ingin sekali bisa bekerja penuh waktu sebagai seorang penulis, blogger dan penerjemah lepas. Akan tetapi, saya masih belum yakin. Pada Oktober 2015, saya kemudian bertemu dengan dua orang anak muda seumuran saya, yaitu Adrian Agus dan Eugenie Patricia. Kedua kakak-beradik ini pada akhirnya menjadi bos saya di PUYO Desserts. Jika kamu pernah mendengar soal @PuyoDesserts, yaitu pudding warna-warni yang begitu lembut… Nah, saya sekarang bekerja di PUYO Desserts atau yang lebih dikenal sebagai PUYO.

Mungkin kamu bingung bagaimana seseorang yang gemar menulis dan jalan-jalan seperti saya akhirnya memutuskan bekerja di PUYO. Apalagi, PUYO yang bergerak di bidang Food and Beverage (F&B) sama sekali nggak nyambung dengan dua pekerjaan saya sebelumnya yang bergerak di bidang Jurnalistik dan Penulisan. Di PUYO, saya tentu nggak bekerja di bidang marketing atau manajemen karena saya nggak tahu-menahu sama sekali soal bisnis dan ekonomi. Nah, kebetulan, PUYO tengah merintis program CSR atau Company Social Responsibility dengan nama PUYO Peduli. Setelah ngobrol-ngobrol dengan Adrian dan Nini soal PUYO Peduli, sejak November 2015, saya pun resmi bekerja sebagai Project Manager untuk PUYO Peduli.

Kini, pada Januari 2016, tanpa terasa saya sudah memasuki bulan ketiga di PUYO. Jika di dua kantor sebelumnya saya bekerja selama tiga bulan saja, di PUYO, saya sungguh nggak sabar untuk belajar lebih banyak lagi dan tentunya, tiga bulan nggak akan cukup. Mungkin terlalu dini bagi saya untuk menyatakan bahwa saya sangat senang bekerja di PUYO, tapi saya percaya bahwa saya bisa berkembang di kantor saya ini. 🙂 Bagian terbaik dari bekerja di PUYO adalah saya nggak harus ke kantor setiap hari dan saya juga masih bisa melakukan dua hobi favorit saya, yaitu menulis dan ngeblog. Singkat kata, bekerja di PUYO sambil menulis dan ngeblog di waktu luang adalah sebuah pekerjaan idaman yang nggak pernah saya bayangkan sebelumnya.

Ketika kantor saya yang sekarang: PUYO diliput oleh kantor lama saya: CNN Indonesia TV. Desember 2015. – Foto: Adrian Agus Saya di kapal beberapa waktu lalu. Aceh, Desember 2015. – Foto: Satya Winnie.

Bagi saya sendiri, pekerjaan idaman adalah sebuah pekerjaan yang pada akhirnya bisa membuat saya bahagia atau bahkan, lebih bahagia. Bekerja di PUYO membuat saya belajar banyak hal baru, baik secara langsung maupun nggak langsung. Begitu pula dengan menulis dan ngeblog. Di awal tahun 2016, saya akhirnya menyadari bahwa tahun 2015 adalah tahun perjalanan bagi saya untuk menemukan hal-hal yang lebih baik untuk diri saya sendiri. Dengan kata lain, tahun 2015 adalah tahun proses buat saya. Ya, kan, semuanya butuh proses. Setuju? 😛

Jadi, apakah kamu sudah cukup bahagia dengan pekerjaanmu sekarang? Kata seorang teman sih, jangan lupa bahagia. 😉

Written by
Sefin
Join the discussion

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

42 comments
  • Nikmati aja kerjaan yg ada sekarang… Butuh proses utk menemukan pekerjaan yg cocok sama kita, mirip2 proses utk menemukan jodoh lah…

  • Rumput tetangga emang pasti lebih hijau. Yang penting kerja hepi aja. Semoga aku juga bisa kayak kamu ya yang bisa kerja dengan waktu yang fleksibel 🙂

  • Postingan yg pas untuk menutup hari di mana aku bingung nentuin karier (sebentar lg lulus). Aku msh blm punya pilihan yg mantap nih awalnya pgn jd travel writer, tp skrg malah mikir2 what do i do it for? Maybe 2016 will be my year of discovery

  • Kamu keren banget kak… Kerja idaman aku juga dengan waktunyang fleksible dan bisa sekaligus mengembangkan diri. Kerja dengan bahagia dan sesuai dengan passion. Siapa sih yg gak mau. Sukses yaaa…

  • Senang ya mbak kalo bisa menjalani pekerjaan idaman, karena ngga semua bisa gitu. Ada yang kerja karena terpaksa juga. Alhamdulillah pekerjaan saya juga termasuk pekerjaan idaman saya, yang membuat saya bahagia ketika melakukannya 🙂

    • Banget! 🙂 Tos! Beruntung banget ya kita bisa memiliki pekerjaan idaman. Sekali lagi, yang penting jangan lupa bahagia. 🙂

  • Kalau orang jawa bilang “sawang sinawang”. Ngeliat kehidupan orang rasanya kok mereka lebih bahagia. Padahal yg ngeliat ga tau apa yg sudah dilewati. Sukses terus Sefin. Bener banget, apapun yg dilakukan jangan lupa bahagia

  • tahun ini 1 dekade sudah aku kerja di kantor pertamaku, fin. awalnya aku betah juga untuk pindah2 divisi ngembangin ini itu, soalnya tantangannya beda, orangnya beda. trus berpikir, buseet uda 10 tahun :))

  • Gw pernah jalanin kerjaan sampingan yg kata orang enak bener itu. Ahirnya sampai pada suatu ketika gw ngerasa gak menemukan kenikmatan lagi dengan sekedar jalan2 tsb.
    Pernah juga di-promosikan jd Manager Brand Marketing di suatu perusahaan teleco nasional dan gw tolak.
    Alhamdulillah tak lama kemudian dpt kesempatan utk berbuat sesuatu yg lbh bermakna (bagi gw) dgn menyelami dan menjadi bagian masyarakat yg selama ini hanya gw tonton.
    Melihat mereka bisa tersenyum ternyata lbh nikmat dan memuaskan walau orang lain menilai pilihan gw aneh 🙂

  • pekerjaan aku idaman gak yaaaa?! 😀
    hmmmm apapun itu pokoknya dijalani dengan ikhlas dan setuju jangan lupa bahagia
    *nulisnya sih gampang, jalaninnya…… hihihi

  • Ibarat sebuah pertandingan sepakbola. Terkadang Penonton jauh lebih hebat dalam menilai dan memberi komentar, dibanding jadi pemain bolanya. Hidup pun seperti itu, tidak semudah apa yang kita lihat.

  • aku suka makan puyo kalo ka bazaar… :3 (melenceng dr topik)
    anw selamat telah menemuka jati dirimu yang sesungguhnya kak! kadang banyak orang yg akhirnya terbelenggu atas nama gengsi dan kedudukan sampai mereka ga peduli lagi sama perasaan mereka sendiri. tapi ka sefin jujur kalau kk ga nyaman sama suatu hal dan memilih utk pergi daripada menahan diri.

    • Puyo enak bangeeeet, kan? 😀
      Terima kasih banyak, Sazka!
      Yang penting sih, aku bahagia ngejalaninnya..dan untungnya orang-orang terdekat juga mendukung. 🙂 Jangan sampai lupa dengan tanggung jawab dan kebahagiaan diri sendiri sih kalo menurutku. 🙂
      Tetap semangat!

    • cepet lulus dari manaaaa? Aku maunya sampe proyeknya bisa sukses dan lancar, Kak… di Puyo masih bisa belajar banyak soalnya :”D

  • ini nih.. tulisan yang kayak gini bikin saya teracuni..
    dulu pertama kali memutuskan menjadi fulltime blogger dan freelance ya karena baca tulisan macam ini. waktu itu, Akid, juga menyebarkan “racun” yang hampir sama. soal menjadi pekerjaan yang tetap mendukung hobi.
    masalah disini mulai terjadi.

    Hobi seorang yudi randa adalah main sama anak, jalan-jalan nyari laut dan senja, dan nulis ngalor ngidul nggak peduli EYD. padahal kuliah dulu di salah satu sekolah bisnis di jakarta. tinggal di banda aceh.
    setelah semuanya, akhirnya saya bingung sempurna, dan tetap nekat memutuskan keluar dari kerjaan. hasilnya?? jadi full time father hahaha yang kerja istri. karena di banda aceh nyari kerja freelance sedikit susah :))

    #curcol :))

    • Huaaaaa teracuni gimana?
      Kalo dibaca baik-baik sih, saya justru nggak fulltime blogger bener-bener karena masih ngantor di Puyo. Hahahahaha…
      Well, semua pasti ada pertimbangannya, kan? Good luck, Kak!

TheJournale

I am a #JBBinsider

Tentang Pekerjaan Idaman